Jumat, 12 November 2010

Modus adalah data yang frekuensinya paling sering muncul. Sebagai contoh, modus untuk data 5 4 6 8 5 1 3 5 7 adalah 5 karena kemunculan 5 dari data tersebut yang paling sering.

Bagaimana menetukan modus data berkelompok seperti data berikut?


Class Limits Frekuensi
19,5 – 24,5 5120
24,5 – 30,5 5717
30,5 – 35,5 5677
35,5 – 40,5 5643
40,5 – 45,5 4961
45,5 – 50,5 3885
50,5 – 55,5 2721



Berdasarkan tabel di atas, modus data akan ditemukan pada class limits pertama, 24,5 – 30,5 karena memuat frekuensi terbanyak yaitu 5717. Tetapi, jika kita menginginkan satu datum yang mewakili modus, berapa bilangan di antara 24,5 – 30,5 yang paling tepat?

Dalam beberapa buku statistik, modus data berkelompok dinyatakan dengan formula:

modus

Dengan

Mo = modus,

Lo = lower limit dari kelas modus,

fo = frekuensi dari kelas modus,

f1 = frekuensi dari kelas sebelum kelas modus,

f2 = frekuensi dari kelas sesudah kelas modus,

c = panjang kelas (interval kelas).

Rabu, 10 November 2010

RENCANA KEGIATAN KEPENDIDIKAN-KEGURUAN MAHASISWA (RK3M)
Nama Praktikan : ………………………………………………………
NIM : ………………………………………………………
Jurusan : ………………………………………………………
Sekolah Latihan : ………………………………………………………
Bulan : ………………………………………………………
TGL JAM KE SIANG SORE DAFTAR KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7
1.Bimbingan dan Orientasi
2.Mengajar di kelas
3.Bimbingan kelompok
4.Menata laboratorium
5.Menata Perpustakaan
6.Menata Taman
7.SKJ
8.Irup dan Memberi Arahan
9.Bimbingan Khusus pada siswa
10.Menyusun SP
11.Mengisi Daftar Kelas
12.Membuat kisi-kisi tes
13.Mengoreksi PR
14.Merencanakan majalah dinding
15.Mengisi buku induk
16.Piket
17.Kepramukaan
18.Mengisi Raport
19.Membina pengajian
20.Rapat Kerja Dewan Guru
21.dll


Mengetahui Disetujui Oleh
PKS I Mahasiswa Praktikan



………………………. ……………………….
NIP. NIM.


Catatan :
Kegiatan di Sekolah latihan setiap hari :
Pagi pukul ………… s/d …………
Sore pukul ………… s/d …………

BERITA ACARA UJIAN PRAKTEK MENGAJAR (BAUPM)

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ……………………………………………………
NIP : ……………………………………………………
Jabatan : Kepala Sekolah

Nama :
NIP :
Jabatan : Guru Pamong

Dengan ini menerangkan bahwa
Nama Mahasiswa :
NIM :
Program/Jurusan :
Fakultas :

Telah melaksanakan Ujian Praktek Mengajar tahap terbimbing/mandiri di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Medan (MIN Medan) pada:
Hari/Tanggal :
Pokok Bahasan :
Kelas :

Dengan hasil sebagai berikut :
Nilai rata-rata kemampuan menyusun rencana pembelajaran:


Nilai rata-rata kemampuan meleksanakan pembelajaran:


Nilai rata-rata kemampuan ujian praktek :



Medan, ………………….
Dosen Pembimbing Guru Pamong





…………………………… ……………………………
NIP. NIP.
DAFTAR HADIR MAHASISWA PRAKTIKAN
PROGRAM S.1 IAIN SU MEDAN
TAHUN AKADEMIK 2010/2011

Sekolah Tempat Latihan : …………………………………..
Alamat : …………………………………..
Bulan : …………………………………..

No. NAMA PRAKTIKAN NIM TANGGAL KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 3807259
2 3807259
3 3807259
4 3807259
5 3807259
6 Yusri Hasibuan 380725945
7 Zakiah Wahyuni 380725946
8 Aslah 380725947
9 Afnita Nauli Hasibuan 380725948
10 Ali Akbar Rahmani 380725949
11 Ali Musa Hasibuan 380725950
12 Ana Astriana Pohan 380725951
13 Dinta Oktaviana 380725952
14 Dwi Ria Irawan 380725953
15 Efridayanti Nasution 380725954
16 Fatimah Sumayyah 380725955
17 Gustina Khairani Harahap 380725956
18
























FORM SURAT KETERANGAN PELAKSANAAN PPL II

Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ……………………………………………………
NIP : ……………………………………………………
Jabatan : Kepala Sekolah

Nama :
NIP :
Jabatan : Guru Pamong

Dengan ini menerangkan bahwa
Nama Mahasiswa :
NIM :
Program/Jurusan :
Fakultas :

Telah melaksanakan seluruh kegiatan Program Praktek Pengalaman Langsung (PPL II) di sekolah ini, sesuai ketentuan/kegiatan yang digariskan dalam program kegiatan pelaksanaan PPL II IAIN-SU
Demikian surat keterangan ini diperbuat agar dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk kelulusan mahasiswa yang bersangkutan dala Program Praktek Pengalaman Langung (PPL II)

Medan, …………….
Kepala Sekolah



………………………
NIP.
BAB I
PENDAHULUAN

Dari dimensi pendidikan di Kampus Pancasila perlu diaktualisasikan dengan Pancasila perlu diaktualisasikan dengan alasan bahwa aktulisasi pancasila perlu alasan bahwa aktulisasi pancasila perlu difahami dan dihayati kembali oleh difahami dan dihayati kembali oleh mahasiswa,Sehubungan dengan ini, kita mahasiswa,Sehubungan dengan ini, kita sebagai harapan dan generasi penerus sebagai harapan dan generasi penerus bangsa sudah seharusnya menyerap nilai- bangsa sudah seharusnya menyerap nilai- nilai Pancasila sejak dini dengan cara di nilai Pancasila sejak dini dengan cara di asah, di asih, dan di asuh. asah, di asih, dan di asuh.
Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan. mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masyarakat kampus Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan politik tidak boleh tercemar oleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran mulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan. bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan. Indonesia dalam melaksanakan reformasi Indonesia dalam melaksanakan reformasi dewasa ini, agenda yang mendesak untuk \ dewasa ini, agenda yang mendesak untuk diwujudkan adalah reformasi dalam bidang diwujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang-undangan. hukum dan peraturan perundang-undangan.
Untuk membahas lebih jelas tentang Aktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Kampus, marilah kita lihat pembahasannya di samping


Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. antara lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya lainnya
Seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam Seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-undang, penjabaran ke dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya bidang kenegaraan lain
Aktualisasi Pancasila subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu Terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidupan negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subyektif tersebut tidak terkecuali baik warga negara biasa, aparat Penyelenggara negara, penguasa negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan Politik perlu mawas diri agar memiliki moral Ketuhanan dan Ke manusiaan sebagaimana Terkandung dalam Pancasila
Menurut PP No. 60 Th. 1999, perguruan tinggi memiliki tiga perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut tugas pokok yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi, Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi yang meliputi
1. Lembaga perguruan tinggi memiliki
1. Lembaga perguruan tinggi memiliki tugas melaksanakan pendidikan tugas melaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumber daya yang menghasilkan sumber daya yang
berkualitas : berkualitas Penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah, bersifat obyektif dalam upaya taat kaidah, bersifat obyektif dalam upaya untuk menemukan kebenaran dan untuk menemukan kebenaran dan menyelesaikan masalah dalam ilmu menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, pengetahuan, teknologi dan kesenian. teknologi dan kesenian.
3. Pengabdian kepada masyarakat adalah suatu
3. Pengabdian kepada masyarakat adalah suatu kegiatan yang memanfaatkan ilmu
kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.
Budaya Akademik
Mahasiswa dari suatu perguruan Mahasiswa dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi aktivitas perguruan tinggi Analitis, suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah. suatu kebenaran ilmiah.
e. Konstruktif, harus benar-benar mampu
e. Konstruktif, harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang mewujudkan suatu karya baru yang memberikan asas kemanfaatan bagi memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat. masyarakat.
f. Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya akademik
f. Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan terus-menerus. harus dikembangkan terus-menerus.
g.Dialogis, dalam proses transformasi ilmu
g.Dialogis, dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik pengetahuan dalam masyarakat akademik harus memberikan ruang pada peserta didik harus memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri, melakukan untuk mengembangkan diri, melakukan kritik serta mendiskusikannya. kritik serta mend Masyarakatkampuswajibsenantiasabertanggungj
awabsecaramoral atas
kebenaranobyektif,
tanggungjawabterhadapmasyarakatbangsadanne
gara, serta
mengabdikepadakesejahteraankemanusiaan.
Olehkarenaitusikapmasyarakat
kampus tidak boleh tercemaroleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar
luhurdanmulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah
kebenaran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam reformasi bidang hukum, bangsa Indonesia telah mewujudkan Undang-undang
Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 39 Th.1999. Sebagaimana terkandung dalam
konsideran bahwa yang dimaksud Hak asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan sertaperlindungan
harkat dan martabat manusia. Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut mahasiswa sebagai kekuatan moral
harus bersifat obyektif dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan
martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuatan
politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara.
















BAB II
PEMBAHASAN

“AKTUALISASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN KAMPUS”

Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta ideologi bangsa dan negara, bukanlah hanya merupakan rangkaian kata-kata indah namun harus diwujudkan dan diaktualisasikan dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkebudayan. Adanya kaitan antara kebudayaan dengan pendidikan dalam kampus membuat kebudayaan selalu kali berurusan dengan dua faktor, yaitu: masa lampau dan elite. Kekayaan spiritual berupa pemikiran falsafah, kesusasteraan dan kesenian, yang tumbuh dan berkembang secara kumulatif di masa lampau secara sadar dan sengaja diajarkan kepada lapisan ma¬syarakat yang memasuki dinding pendidikan formal atau mengikuti latihan yang khas dan khusus. Dari lapisan, ini, banyak sedikitnya sesuai dengan yang diharapkan, timbul sekelompok warga masyarakat yang melanjutkan dan mengembangkan terus unsur-unsur kebudayaan itu berkat pengajaran sistematik yang pernah didapatnya dalam rangka pengajaran dan latihan formal tersebut, seperti halnya mahasiswa yang kembali dan merumput bersama masyarakat. Tidak jarang kalangan mahasiswa untuk selanjutnya berubah menjadi sekumpulan kecil anggota ma¬syarakat (elite) yang mengkhususkan diri dalam kebudayaan yang kadangkala berupa gagasan dan pemikiran konseptual baru di bidang nilai-nilai kehidupan manusia. Begitu rupa sehingga berkat kegiatan dan prakarsa elite ini perbendaharaan nilai yang telah dikembangkan oleh nenek moyang tidak hilang punah ditelan perkembangan zaman, sedemikian pula apa yang sebaiknya ada dalam pola kehidupan kampus.
Sayangnya kebudayaan, yang cenderung diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan karya kesenian dan karya akal budi masa lampau itu, biasanya ditanggapi pula secara konsumtif. Kebudayaan yang di-tanggapi secara konsumtif ini memang mempunyai nilai, memang ada gunanya. Namun artinya itu menjadi hilang apabila ia diubah dari alat menjadi tujuan, seperti yang praktis dilakukan oleh pagelaran drama tari klasik dan tontonan tradisional rakyat dengan berbagai pola serta bentuknya — serimpi, wayang orang, ketoprak, ludruk, debus, dan sebagainya — maupun oleh sistem pendidikan dan latihan kilat baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus.
Ketika pengetahuan dan ketrampilan artistik yang lahir dari kebu¬dayaan lampau itu tidak dapat memberikan jawaban terhadap masalah-masalah yang lahir dari perkembangan material modern, orang menja¬di ragu. Di kalangan lapisan masyarakat kita yang terpelajar, mula-mula secara naluriah tetapi kemudian dengan penuh kesadaran, tidak lagi menanggapi kebudayaan semata-mata secara konsumtif tetapi lebih banyak sebagai kekuatan pembaruan dan daya kreatif. Untuk keperluan inilah mulai melihat ke berbagai unsur kebudayaan Barat, di antaranya ilmu pengetahuan. Tetapi kedua faktor yang lahir diatas itu bukan secara makro dapat begitu saja menyikapi peran Pancasila sebagai aktualitator dalam kampus yang diharapkan juga dari reaksi mahasiswa untuk dapat menyeimbangkan nilai-nilai budaya dengan Pancasila.
Aktualisasi pancasila dalam lingkungan kampus biasannya berupa aktualisasi subyektif yaitu aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral. Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis dalam arti terjebak pada legitimasi kepentingan penguasa sebagai akibat lahirnya kebudayaan yang mengadopsi budaya Barat. Hal itu bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu kebenaran objektif. Masyarakat kampus harus terhindar dari kiprah tarik-menarik kekuasaan dalam pertentangan politik. Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas kebenaran objektif, yaitu tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan-kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia. Dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada hati nurani seta sikap moral yang luhur yang bersumber pada Ketuhanan dan kemanusiaan.
Sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi memiliki tugas yaitu melaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tanpa menghilangkan dan menghapus nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam nilai budaya bangsa. Maka penerapannya yaitu dengan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Selain itu tugas lembaga pendidikan adalah mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian itu serta mengupayakan penggunaanya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Sebagai bangsa yang memiliki pandangan hidup Pancasila intelektual produk dari perguruan tinggi berupaya untuk mewujudkan sumber daya intelektual yang bermoral Ketuhanan dan kemanusiaan. Oleh karena itu pengembangan ilmu di perguruan tinggi bukanlah bebas nilai, melainkan senantiasa terikat nilai yaitu nilai Ketuhanan dan kemanusiaan tersebut. Jadi inti dan maksudnya ialah pendidiukan tinggi haruslah menghasilkan ilmuwan, intelektual serta pakar yang bermoral Ketuhanan yang mengabdi pada kemanusiaan.
Perguruan tinggi sebagai lembaga masyarakat, senantiasa menmgembangkan kegiatannya demi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat. Realisasinya yaitu bahwa perguruan tinggi tesebut dengan sendirinya disesuaikan dengan ciri khas, sifat, seta karakteristik bidang ilmu yang dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Aktualisasi pengabdian kepada masyarakat ini pada hakikatnya merupakan suatu aktualisasi pengembangan ilmu pengetahuan demi kesejahteraan umat manusia. Daam pengertian inilah maka aktualisasi kegiatan masyarakat ilmiah perguruan tinggi yang dijiwai oleh nilai-nilai Ketuhanan dan kemanusiaan, sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
Tetapi sekarang kehidupan kampus terutama realisasi dari kebijakan kampus sudah mulai lari dari maknanya yaitu pengabdian kepada masyarakat. Rakyat dan atau masyarakat mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihanya dalam memperoleh atau mengenyam pendidikan sesuai apa yang diatur oleh pemerintah. Banyak kampus-kampus yang hanya sekedar iseng-isengan dalam menjalankan kurikulum pendidikan atau formatur dalam melaksanakan suatu metode perkuliahan. Hanya sekedar formalitas penyampaian materi saja tanpa dibarengi dengan bagaimana realisasi sebenarnya dai keberadaan kampus sebagai tempat generasi intelektual bangsa. Seolah-olah mahasiswa hanya datang, duduk, dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh dosen tanpa secara sadar bahwa mahasiswa juga sebagai pendamping sekaligus sebagai penuntun kehidupan masyarakat nantinya. Istilah membebek memang tepat saat ini diperuntukkan bagi mahasiswa sebab mereka hanya bergantung sepenuhnya pada dosen sekaligus kebijakan kampus. Bagaimana arah dan penempatan sutau kebijakan sebuah kampus senantiasa harus juga dikembalikan juga pada masyarakat. Mengingat bahwa kehidupan masyarakat merupakan titik tolak nantinya bagi para lulusan dari suatu perguruan tinggi untuk merealisasikan dan sekaligus mengaktulisasikan apa yang selama ini diperolehnya dalam lingkungan intelektual yang disebut kampus itu.
Yang lebih memprihatinkan sekarang ini yaitu beban atau biaya pendidikan semakin mahal dan sulit untuk dijangkau bagi kalangan menengah kebawah. Kampus-kampus yang notabene dianggap sebagai kampus milik negara atau kampus negeri semakin berulah seenaknya, dan semakin mempersulit kriteria masuknya anak-anak terpelajar yang hidup kurang, katakanlah miskin. Apalagi kampus-kampus swasta yang semakin banyak kejanggalan-kejanggalanya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam kampus. Hal ini merupakan suatu fenomena riil yang berkembang dalam kehidupan dunia pendidikan di Indonesia, lebih-lebih dalam kehidupan kampus. Pengembalian kehidupan kampus yang merakyat dan mewujudkan kampus sebagai tempat kegiatan pengabdian masyarakat sesuai nilai-nilai Pancasila, tepatnya nilai-nilai kemanusiaan dan bukan merupakan hasil dari kebudayaan yang salah adalah suatu tindakan sulit.




Kami menyerukan dan mengajak semua pihak agar kita segera dapat memiliki Undang-Undang (UU) tentang Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. UU dimaksudkan agar masyarakat dan bangsa Indonesia dapat menyelematkan diri dari konflik dan kehancuran. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat mengikat semua pihak.
Undang-Undang tersebut sangat diperlukan karena eksistensinya sangat relevan dan signifikan dalam menghadapi kondisi dan fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini yang sedang dilanda berbagai krisis, termasuk adanya krisis kebangsaan yang disebabkan oleh masuknya ideologi asing dan orientasi baru.
Dijumpai semakin banyak warga masyarakat yang bersikap sinis, melecehkan kekuatan bangsa, serta menjauhkan diri dari upaya mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kami sangat yakin bahwa pada suatu saat bangsa ini akan melupakan Pancasila sebagai dasar Negara, apabila kita tidak mengambil sikap dan menanggapinya secara tepat.
Kami telah mengabdi dan mengajarkan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan lebih dari 35 tahun (sejak tahun 1970-an) hingga kini (entah sampai kapan) di lembaga pendidikan, dan kami sebagai guru dan dosen dapat menyimpulkan dari pengalaman dan analisis konsep bahwa aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat terbatas dan bahkan semu, sebagai akibat dari berbagai faktor multivariabel yang kompleks. Jika aktualisasi nilai-nilai Pancasila tidak dilanjutkan dan disempurnakan, tidak mustahil Pancasila sebagai Dasar Negara dan Roh Bangsa akan dijauhi oleh warganya sendiri. Karena itu tindakan aktualisasi nilai-nilai Pancasila niscaya harus dilakukan secara murni dan konsisten.
Diperlukan suatu lembaga khusus dan formal untuk melakukan proses pembelajaran dan pendampingan dalam melakukan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkedudukan independent (netral), sehingga aktualisasi nilai-nilai Pancasila dapat berjalan secara murni dan konsisten.
Demikian juga ketertinggalan masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah merdeka lebih dari 60 tahun dapat dinyatakan sebagai akibat tindakan masyarakat dan bangsa Indonesia yang tidak mampu melakukan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam seluruh bidang kehidupan berbangsa dan berenegara, terutama dalam bidang (1). ekonomi, (2). hukum, dan (3). politik serta pemerintahan.
Terjadinya konflik sosial dalam masyarakat Indonesia dan gejala disintegrasi bangsa banyak disebabkan karena masyarakat dan bangsa Indonesia belum melakukan aktualisasi nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsisten. Kasus Kalimantan Tengah, kasus konflik Poso, kasus konflik Ambon atau Maluku, adalah akibat aktualisasi nilai-nilai Pancasila yang semu dari masyarakat dan penyelenggara Pemerintah Daerah. Gerakan separatisme di Aceh (GAM), Papua (OPM), Maluku (RMS) jelas adalah kelompok yang anti-Pancasila.
Terjadinya tindakan penyimpangan dan kejahatan dalam bidang politik dan pemerintahan, seperti terjadinya tindakan kejahatan KKN, dapat dinyatakan sebagai akibat banyak warga dan oknum penyelenggara Negara yang tidak mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen dan mereka memiliki kualitas moralitas yang buruk, bahkan busuk. Dengan demikian, bukankah moralitas bangsa ini telah menuju kematian atau bahkan telah mati?
Sangat diperlukan adanya peminpin, elit bangsa, dan penyelenggara pemerintahan dan birokrasi, yang terbuka professional, dedikatif, akuntabel, dan berkomitmen tinggi dengan kebenaran dan keadilan, dalam menyelenggarakan pemerintahan dan kehidupan berbangsa serta bernegara.
Masyarakat dan bangsa Indonesia di samping melaksanakan pembangunan fisik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga harus melakukan “pembangunan moralitas bangsa”. Harus dilakukan kerja keras untuk mengatasi krisis moralitas yang melanda masyarakat dan bangsa. Kehidupan keberagamaan juga harus dilakukan revitalisasi agar kehidupan keberagamaan yang semu dapat dihindari.
Masyarakat, bangsa dan negara RI harus bekerja lebih keras dan sistematik untuk membangun ekonomi nasional (prioritas utama) agar rakyat dapat menikmati kesejahteraan dan jumlah kelompok rakyat yang miskin dapat diturunkan. Pemerintah harus bekerja lebih fokus untuk membangun ekonomi nasional, agar tercapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Semoga ajakan ini mendapat respons dan sambutan yang baik, dan semoga Tuhan YME memberikan rahmat kepada kita dalam perjuangan untuk mendorong anggota legislatif dan eksekutif menyusun Undang-Undang yang dimaksud.
Terima kasih.

Surabaya, 12 September 2007
An.Pemrakarsa

Drs. H. Moh. Adib, MA.
Ketua Umum LP3 JATIM dan Kepala Laboratorium Humaniora TPB Universitas Airlangga
031-60-7676-70
081-551-6-2342
hmadib@unair.ac.i.d
madib.blog.unair.ac.id



URGENSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
TENTANG AKTUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA
DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

1. Pendahuluan
Salam Merdeka!
Marilah kita memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan YME, karena Beliau senantiasa memberikan rido dan rahmat-Nya atas segala perilaku dan usaha baik yang telah kita laksanakan. Kita telah berjuang dan bekerja keras dengan jujur dan ikhlas bagi pembangunan bangsa dan negara RI. Kami berjuang untuk membangun moralitas dan jatidiri bangsa. Kini kami berjuang untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semoga Tuhan YME tetap memberikan rahmat dan perlindungan kepada kita semua, dan semoga tujuan ini dapat dikabulkan. Amin.
Sehubungan dengan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan ini kami menyerukan kepada seluruh warga dan semua pihak untuk mendorong wakil-wakil rakyat yang memperoleh amanat untuk bertugas di Lembaga Legislatif, juga pejabat negara yang memperoleh amanat untuk bertugas di Lembaga Eksekutif, untuk sesegera mungkin merencanakan dan menyusun Undang-Undang Tentang Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Tujuan dasar disusunnya Undang-Undang tersebut adalah agar masyarakat, bangsa, dan negara RI melaksanakan Pancasila secara murni dan konsisten, serta dapat mengaktualisasikan, membudayakan dan melestarikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu kita akan mampu menghadapi berbagai faham dan ideologi asing yang masuk ke dalam masyarakat Indonesia, terutama faham Kapitalisme liberal, Pragmatisme sekuler, faham materialisme, Komunisme, dan sebagainya.
Dalam kenyataan kehidupan keseharian, telah nyata terdapat upaya sistematis dari berbagai kekuatan asing, yang telah mencoba untuk menyingkirkan proses pembelajaran Pancasila dari lembaga pendidikan setelah pelaksanaan Penataran P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dihentikan, terbukti dalam UU-RI tentang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003—Pendidikan Pancasila ditiadakan dari lembaga pendidikan tinggi. Akhirnya kedudukan Pendidikan Pancasila di lembaga pendidikan tinggi menjadi peyoratif dan kontroversial.
Di ranah publik, telah dijumpai banyak wacana bebas yang menyatakan bahwa Pendidikan Pancasila di lembaga pendidikan dianggap “gagal”. Karena gagal, maka Pendidikan Pancasila tidak perlu dilaksanakan. Pendidikan Pancasila dianggap gagal dalam memperbaiki kondisi masyarakat Indonesia, yang terjebak dalam banyak perilaku penyimpangan dan kejahatan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dari hasil pengamatan penulis selama ini, organisasi sosial dan politik seperti parpol hampir tidak pernah membicarakan tentang aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perilaku politik cenderung lebih berorientasi untuk mencapai kekuasaan dan kekayaan, dan karenanya tidak memiliki kepentingan untuk melakukan aktualisasi nilai nilai Pancasila.
Terdapat fenomena dan bahkan realitas bahwa sementara warga Negara Indonesia yang sengaja secara sistematis menjauhkan diri dan melupakan, serta menolak Pancasila sebagai Dasar Negara, sebagai Roh Bangsa, sebagai Ideologi Nasional, sebagai Kepribadian Bangsa, sebagai Way of Life dari masyarakat dan bangsa Indonesia, akibat mereka telah menjadi pengikut ideologi dan faham asing yang dianggapnya lebih relevan.
Banyak oknum pemimpin dan elit bangsa ini yang menjadi “pemegang keputusan” bersikap mendua dan munafik dalam melaksanakan Pancasila, di mana mereka tidak menjadikan Pancasila sebagai Roh dan Kepribadian Bangsa Indonesia. Pancasila diterima dan dilaksanakan hanya sebagai alat saja. Mereka memiliki sikap dan perilaku yang cendrung menghalalkan segala cara atau jalan untuk mencapai tujuan, yang menjadi ajaran dasar faham kapitalisme dan komunisme.
Fenomena perilaku warga “menjauhkan diri dari eksistensi nilai-nilai Pancasila” semakin luas dan menjadi nyata, merekapun berpura-pura lupa karena memangdang Pancasila tidak relevan dan tidak fungsional, karena munculnya kepentingan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perilaku menjauhkan diri ini jelas akan berakhir pada upaya untuk melenyapkan Pancasila sebagai Dasar Negara RI.
Sikap dan perilaku material dan sekuler di kalangan warga masyarakat dan bangsa Indonesia telah terbentuk dan semakin kuat sebagai akibat pengaruh faham dan ideologi Kapitalisme liberal dan Pragmatisme-sekuler, karena secara sadar atau tidak sadar pola kehidupan yang didesain dengan model pasar atau market yang modern telah berkembang dan menjadi bagian hidup bangsa Indonesia. Gaya hidup material dan liberal telah berkembang dan menjadi bagian dari hubungan-hubungan sosial. Faham individualisme dan hedonisme semakin kuat dan menjadi ancaman bagi pola kehidupan bangsa yang spiritual dan kultural.
Apakah benar bahwa kedudukan Pancasila telah tercerabut dari akarnya? Tidakkah bumi perthiwi telah berganti tanah dengan tanah bangsa Barat? Tidakkah budaya bangsa ini telah berganti dengan budaya Barat? Tidakkah air di dumi ini telah berganti air dengan air Barat? Renungan kita ialah derasnya budaya asing masuk ke dalam masyarakat Indonesia, bahkan tanpa suatu hambatan masuk ke dalam keluarga-keluarga Indonesia. Lalu, apakah kita akan berdiam diri hanya dengan menatap realitas tersebut dengan tatapan yang kosong?
Jangan dibiarkan kaum penghianat bangsa dan para pembohong masyarakat berkiprah lebih banyak dalam melaksanakan Pancasila, yang menjadikannya hanya sebagai suatu alat saja. Bukan sebagai Dasar Negara, dan bukan dijadikan sebagai Roh Bangsa dan Kepribadian bangsa Indonesia. Pelaksana-pelaksana Pancasila yang semu haru diamati dan dikritisi secara mendalam, agar kita tidak dibohongi lebih jauh seperti PKI (Partai Komunis Indonesia) yang telah berbuat banyak kebohongan di masa lalu yang puncaknya mereka melakukan perlawanan dan makar tahun 1965/1966.
Perlu dibangunkan suatu kekuatan pikiran untuk menyusun suatu filosofi baru untuk melakukan suatu revolusi pemikiran dan kultural, untuk menghambat seluruh nilai dan budaya asing atau budaya Barat yang masuk ke dalam masyarakat Indonesia. Diperlukan suatu kejernihan pikiran, kejujuran, keikhlasan, dan kesiapan untuk berkorban, untuk melakukan aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Bahan Pertimbangan Dasar
Orientasi kehidupan dewasa ini yang berpusat kepada pasar (market) semakin luas dan kuat, sehingga materi dan uang berkembang menjadi “puncak budaya bangsa”, dan puncak budaya bangsa bukan lagi moralitas dan ahlak yang berbasis kepada agama dan filsafat bangsa. Orientasi politik kaum politisi Indonesia adalah kekuasaan dan kekayaan, bukan lagi keadilan dan kebenaran. Dengan demikian materi dan uang akan menjadi puncak budaya bangsa yang semakin kuat di kemudian hari.
Urusan apa sajakah yang tidak dapat diatur dengan materi dan uang di bumi Indonesia ini? Jangan-jangan materi dan uang telah menjadi Tuhan baru dari masyarakat dan bangsa Indonesia, yang pada akhirnya melupakan Tuhan YME yang sudah selayaknya menjadi Tuhan secara nyata. Budaya malu telah runtuh di bumi ini. Rasa etik seperti rasa malu, sesal, tabu dan dosa sudah lama hilang dalam perilaku keseharian. Budaya bebalisme semakin kuat berkembang dalam masyarakat. Semuanya terjadi sebagai akibat masyarakat dan bangsa Indonesia tidak mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila secara ikhlas, murni, dan konsisten.
Krisis aktualisasi Pancasila telah berjalan lama dan krisis tersebut juga seiring dengan krisis kehidupan beragama. Faham materialisme dan sekularisme telah merongrong kehidupan keberagamaan di Indonesia, dan kini muncul “gaya hidup” yang material, liberal, sekuler dan hedonis. Perilaku seks bebas semakin luas akibat gaya hidup liberal dan hedonis. Penyakit masyarakat berkembang pesat dan tanpa kendali seperti kriminalitas, seks bebas dan pelacuran, penggunaan narkoba, perjudian, pemakaian minuman keras, perdagangan perempuan, penyebaran penyakit HIV/AIDS, dan sebagainya. Kini berkembang oknum umat beragama yang munafik dan paradoksal.
Kesenjangan sosial dan ekonomi menganga dan masih besar jaraknya antara yang the have dengan yang the have not. Pencarian keadilan yang sulit akibat penegakan hukum yang masih semu dan tidak menjamin kepastian, dan pembangunan politik yang berfokus pada pembangunan “good and clean governance” dapat dikatakan gagal—sebagai ganti dari pernyataan belum berhasil. Dapatlah kondisi ekonomi, hukum dan politik yang buruk ini mengembangkan faham kebangsaan dan nasionalisme Indonesia yang kokoh? Sulit dan meragukan.
Apakah buktinya pemimpin dan elit bangsa ini telah memihak rakyat? Apakah kita mengembangkan Civil Development yang memihak rakyat? Kalau pembangunan memihak rakyat, kok Indonesia masih menghadapi krisis beras, dan sembako? Beras busuk dari India, Thailand, dan Vietnam masuk ke Indonesia sebagai pengganti gaplek. Akan terjadi krisis di berbagai bidang ini dan itu yang panjang di hari esok. Kok dapat terjadi krisis minyak goreng? Apakah fenomena ini tidak memalukan? Sungguh kesejahteraan rakyat Indonesia masih jauh untuk dapat mencapainya.
Di Jawa Timur, kami telah berjuang dengan melibatkan seluruh dosen pengajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, serta Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi, dan juga bekerja sama dengan Lembaga Pembudayaan dan Pembangunan Jawa Timur (LP3JATIM), Lembaga Pengkajian dan Pembudayaan Jatidiri Bangsa (LPPJB) Jawa Timur, Asosiasi Guru dan Dosen Pendidikan Pancasila-Jawa Timur, UPT MKU Perguruan Tinggi di Jawa Timur, serta Laboratorium Humaniora TPB (Tingkat Persiapan Bersama) Universitas Airlangga.
Kami meyakini bahwa jika nilai-nilai Pancasila tidak diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara nyata dan empiris, maka lama kelamaan Pancasila akan tercerabut dari masyarakat dan budaya nasional, dan pada akhirnya Pancasila akan hilang atau lenyap. Masyarakat dan bangsa Indonesia tidak dapat dibendung akan memiliki banyak sistem dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam masyarakat, bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila akan ada dan akan terdapat enclave ideologi, dalam arti akan ada faham dan ideologi Kapitalisme liberal, akan hidup dan berkembang faham Komunisme, akan ada dan hidup faham Pragmatisme, dan sebagainya.
Di masa lalu ada enclave ideologi Komunisme, dan secara formal dilarang oleh Pemerintah RI sejak tahun 1965/1966. Apakah komunisme itu telah mati? Tidakkah kini ada enclave ideologi Kapitalisme liberal di bumi Indonesia? Diakui secara terpaksa atau sukarela, fenomena gaya hidup liberal (liberal life style) yang berbasis kepada Kapitalisme liberal telah hidup subur dan berkembang di Indonesia. Arus budaya asing yang dibawa modernisasi dan globalisasi sangat deras dan membawa faham-faham sekuler yang datang dari Barat.
Apakah kita tetap terlena dan membiarkan tumbuhnya enclave ideologi asing di negeri sendiri? Apakah kita membiarkan faham kapitalisme liberal itu membangun di berbagai sudut bumi Nusantara ini? Mengapakah kita membiarkan kekuatan asing mencerabut akar-akar kehidupan bangsa yang berbasis kepada Pancasila? Kita harus sadar dan bangkit sekarang juga untuk menyelamatkan kehidupan nasional yang berbasis kepada Pancasila.
Dalam masyarakat telah dijumpai banyak pandangan dan wacana yang menyatakan bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia telah gagal mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila, telah gagal membudayakan dan melestarikan Pancasila, dan telah gagal mempersiapkan generasi baru. Mereka telah serius bersikap sinis terhadap bangsanya sendiri.
Peminpin dan elit bangsa Indonesia jarang menjadi tokoh figuratif yang pemberi contoh atau teladan dalam mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila, sebagai akibat dari orientasi politik yang sangat kuat pada kekuasaan dan kekayaan. Terdapat kesenjangan yang besar antara moralitas dengan perilaku. Menampilkan diri sebagai orang-orang moralitas, namun ternyata mereka menjadi pelaku-pelaku korupsi uang Negara. Bahkan telah terjadi kejahatan KKN yang korporatif. Bangsa dan Negara akhirnya menghadapi kesulitan besar memberantas KKN karena akar-akar kejahatan KKN itu telah berurat dan berakar dalam seluruh bidang kehidupan.
Perilaku atau tindak kejahatan KKN tidak lagi dinyatakan sebagai sesuatu yang buruk, kotor, dan bertentangan dengan ajaran Tuhan YME, karena banyak warga dan kaum elit yang mengembangkan “moralitas nihilisme”, sehingga tindakan kejahatan sempurna telah terbentuk. Manusia-manusia yang menihilkan atau menghilangkan moralitas dalam diri sendiri telah terbentuk di bumi Indonesia. Akhirnya banyak warga yang tidak menyesal dan merasa malu akan perbuatannya sendiri, karena tindakan bertanggungjawab dinyatakan tidak relevan lagi, dan memandang Tuhan YME tidak akan memurkainya. Bahkan murka Tuhan dapat disulap dengan kekuatan uang.
Kesemuan makna hidup telah berkembang di berbagai lini kehidupan, termasuk kesemuan berkomitmen akan kebenaran, kebaikan dan keadilan. Orang-orang terdidik dan kaum intelektual juga ikut terjebak ke dalam krisis, sehingga memiliki sikap dan perilaku semu dalam berkomitmen kepada kebenaran, kebaikan, dan keadilan. Sejumlah Profesor, doktor, dan magister ikut tejebak ke dalam kesemuan makna-makna kehidupan dan moralitas. Sehingga mereka harus mendekam ke alam lapas. Kebenaran, kebaikan, dan keadilan telah diganti dengan kekuasaan dan uang.
Masyarakat dan bangsa Indonesia harus berjuang dan bekerja keras untuk membangun moralitas dan akhlak sebagai puncak budaya bangsa. Moralitas dan akhlak kebangsaan Indonesia harus menjadi puncak budaya nasional, bukan kekuasaan dan kekayaan. Budaya bangsa dapat diibaratkan sebagai air yang mengalir. Marilah kita jernihkan air tersebut, agar masyarakat dan bangsa Indonesia dapat hidup sehat dan sejahtera.
3. Bidang Aktualisasi Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pancasila sebagai Dasar Negara RI yang merupakan keputusan final, lalu jangan hanya disimpan dalam almari. Pancasila jangan juga disakralkan sehingga manusia tidak dapat menyentuhnya. Sebaliknya Pancasila jangan dinistakan lalu tidak mau melaksanakannya. Pancasila harus diamalkan atau diaktualisasikan dalam seluruh bidang kehidupan.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus muncul dan menjadi nyata dalam bidang integrasi NKRI, kehidupan ekonomi, dalam bidang hukum, dalam bidang pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, sampai dengan Perguruan Tinggi), dalam bidang politik dan pemerintahan, dalam bidang sosial-budaya, dalam bidang kehidupan beragama, dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan, dalam bidang lingkungan dan SDA, dalam bidang tenaga kerja dan SDM, dalam bidang gender dan perempuan, dalam bidang politik luar negeri, dalam bidang pembangunan pertanian, buruh dan nelayan, dalam bidang informasi dan komunikasi, dalam bidang pembangunan industri pariwisata, dalam bidang olahraga dan sport, dalam bidang pembangunan seni dan estetik, dalam bidang pembangunan kelautan dan perikanan, dalam bidang pembangunan keluarga dan Keluarga Berencana (KB), dalam bidang pembangunan industri dan penanaman modal (investasi), dalam bidang bisnis dan perdagangan, dalam bidang ketertiban dan keamanan, dan begitu seterusnya.
Tidak lebih dari 30% (mungkin masih kurang jauh) nilai-nilai Pancasila yang telah teraktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila masih sebatas wacana dan tema-tema simbolik, dan tidak muncul dalam sikap dan perilaku yang nyata dari warga Negara RI. Nilai-nilai Pancasila belum muncul sepenuhnya secara nyata sebagai sebagai way of life dari warga masyarakat dan bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila belum menjadi Roh Bangsa dan belum menjadi Kepribadian Bangsa Indonesia.
Jangan terjadi lagi demonstrasi tarian liar “Tarian Cakalele” yang (26 orang penari pria) membawa bendera RMS ketika diselenggarakan Hari Keluarga Nasional di lapangan Merdeka Ambon tanggal 29 Juni 2007 lalu di depan kedatangan Presiden RI SBY dan beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa integritas NKRI masih rapuh. Eksistensi NKRI bukan sesuatu yang jatuh dari langit, melainkan sesuatu yang harus dibentuk, dikembangkan, dan dipelihara dengan semangat kebangsaan yang tinggi. Ancaman terhadap eksistensi NKRI tidak datang dari Ambon saja, melainkan terjadi potensial dari daerah lain juga.
Pengaktualisasian nilai-nilai Pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara hendaknya tidak menggunakan metode-metode klasik yang indoktrinatif dan pemaksaan yang tergolong sebagai “hard learning method”, namun harus menggunakan metode-metode sukarela, keterbukaan, bebas, dan emansipatoris yang tergolong sebagai “soft-learning method” yang sangat menekankan kesadaran dan rasionalitas yang kritis.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila hendaknya berjalan seiring atau sejalan dengan sosialisasi, internalisasi, kulturalisasi, dan pembudayaan serta pelestarian Pancasila. Aktualisasi hendaknya dapat berjalan simultan, dari lapisan masyarakata atas hingga lapisan masyarakat bawah, dari kelompok peminpin dan elit bangsa hingga kelompok sosial di bawah. Presiden RI harus menjadi penanggungjawab bagi aktualisasi nilai-nilai Pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidakkah pendidikan telah menghasilkan warga terdidik dan elit bangsa yang kapitalis, dan yang memisahkan diri dari rakyatnya. Pendidikan sebenarnya telah gagal karena tidak mencerdaskan rakyat. Sebagian besar rakyat Indonesia tidak mandiri, tidak berdaya, dan masih bodoh (tidak cerdas). Pendidikan menghasilkan manusia-manusia neo-kapitalis di bumi Indonesia, dengan rumah-rumah beton yang berpagar tinggi. Faham individualisme dan pragmatisme berkembang sangat kuat akibat perkembangan pasar yang tidak terkendali. Individualisme dan pragmatisme dapat diibaratkan telah menjadi perahu-perahu atau kapal-kapal transfort yang membawa faham sekularisme Barat, yang pada akhirnya menyingkirkan agama-agama formal di Indonesia.
Kita bersama-sama semestinya mampu membangun “masyarakat dan bangsa Indonesia yang modern” dengan ciri-ciri kwalitas antara lain sebagai berikut: (1). terbuka, terutama dengan nilai-nilai baru; (2). berorientasi ke masa depan dan menghargai perubahan dan kemajuan (the change and progress), (3). demokratis dan mewujudkan “civil society”, (4). mampu menjauhkan segala bentuk tindakan kekerasan dan pemaksaan, (5) memiliki kemandirian, kedaulatan, dan independensi, (6). menghargai dan menguasai Ipteks, (7). menghargai kualitas, dan menjauhkan tindakan rasial dan diskriminasi, (8). menghargai karya, kreativitas dan produktivitas, (9). memiliki daya disiplin dan kepatuhan tinggi kepada aturan dan hukum formal, (10). memiliki faham nasionalisme dan patriotisme yang kokoh, (11). memiliki moralitas kemasyarakatan dan kebudayaan, dan (12). tetap menghargai karya seni dan estetika.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila bukan suatu dorongan untuk membangun masyarakat dan bangsa Indonesia yang kembali menjadi masyarakat dan bangsa yang tradisional dan tertutup, atau menjadi masyarakat dan bangsa yang konservatif dan mejauhkan diri dari pergaulan dengan dunia internasional. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila memiliki makna dinamik di mana aktualisasi tersebut dapat mendorong masyarakat dan bangsa Indonesia untuk berubah, beradaptasi, dan menuju kemajuan.
Demikian juga aktualisasi nilai-nilai Pancasila bukan untuk menyebarluaskan faham dan nilai-nilai sekulatisme dan materialisme dalam masyarakat dan bangsa Indonesia, melainkan sebaliknya aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus bermakna untuk menolak faham sekularisme dan materialisme sebab masyarakat dan bangsa Indonesia adalah masyarakat dan bangsa yang religius dan konsisten untuk percaya kepada eksistensi Tuhan YME.
4. Penutup
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara niscaya dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia sekarang juga. Jika tidak maka Pancasila akan dijauhkan oleh warganya sendiri. Aktualisasi Pancasila adalah keniscayaan pembelajaran dari generasi ke generasi.
Konsep aktualisasi nilai-nilai Pancasila mencakup pengertian hakikat Pancasila secara mendalam, menyadari nilai-nilai Pancasila (kesadaran rasional, kesadaran emosional, dan kesadaran spiritual), serta mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang nyata. Menerima Pancasila jangan hanya sebatas wacana dan dijadikan sebagai alat (tool) saja.
Proses aktualisasi nilai-nilai Pancasila hendaknya berjalan seiring dengan sosialisasi, internalisasi, dan kulturalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan melalui proses pembelajaran yang non-indoktrinatif dan pemaksaan.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebenarnya sebuah “strategi budaya” dari masyarakat dan bangsa Indonesia untuk membangun budaya dan peradaban bangsa di masa depan. Pancasila adalah sumber untuk mengembangkan budaya dan peradaban bangsa yang bermartabat. Jika aktualisasi nilai-nilai Pancasila gagal, maka masyarakat dan bangsa Indonesia akan memiliki budaya baru, yang bukan berakar pada budaya masyarakat dan bangsa sendiri.
Masyarakat dan bangsa Indonesia secara tidak disadari telah mengalami krisis moralitas dan jatidiri yang relatif sangat parah, sehingga membentuk warga yang tidak memiliki komitmen tinggi dalam menjunjung kebenaran dan kebaikan serta nilai-nilai kemanusiaan. Akhirnya masyarakat dan bangsa ini tidak memiliki daya kemandirian dan kebanggaan yang kokoh terhadap bangsa sendiri. Faham nasionalisme dan patriotisme telah menjadi semu, atau menjadi busuk. Warga akhirnya memuji dan menghargai bangsa-bangsa asing yang telah maju. Internasionalisme telah meruntuhkan nasionalisme Indonesia.
Masyarakat dan bangsa Indonesia janganlah menyia-nyiakan waktu sebab bangsa dan masyarakat asing telah berusaha mencerabut akar-akar Pancasila di bumi Indonesia, sehingga bangsa Indonesia semakin menghadapi keraguan akan pegangan dan pedoman hidup bangsanya sendiri. Kapitalisme liberal telah menyebarkan suatu semangat baru untuk mendorong warga masyarakat melupakan tradisi-tradisi konstruktif dalam bangsanya sendiri seperti semangat gotong-royong yang menjadi hakikat daripada Pancasila.
Marilah kita mengkonsolidasikan diri atau merapatkan barisan, dan membangun jaringan kekuatan, agar bangsa dan negara ini segera memiliki Undang-Undang tentang Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Kami mengajak rekan-rekan dan berbagai komponen bangsa untuk terus mencintai Pancasila dan berjiwa Merah-Putih dalam melangkah ke depan. Salam merdeka! Terima kasih atas peransertanya.
Surabaya, 12 September 2007.
BAB I
PENDAHULUAN

Dari dimensi pendidikan di Kampus Pancasila perlu diaktualisasikan dengan Pancasila perlu diaktualisasikan dengan alasan bahwa aktulisasi pancasila perlu alasan bahwa aktulisasi pancasila perlu difahami dan dihayati kembali oleh difahami dan dihayati kembali oleh mahasiswa,Sehubungan dengan ini, kita mahasiswa,Sehubungan dengan ini, kita sebagai harapan dan generasi penerus sebagai harapan dan generasi penerus bangsa sudah seharusnya menyerap nilai- bangsa sudah seharusnya menyerap nilai- nilai Pancasila sejak dini dengan cara di nilai Pancasila sejak dini dengan cara di asah, di asih, dan di asuh. asah, di asih, dan di asuh.
Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas bertanggung jawab secara moral atas kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap kebenaran obyektif, tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan. mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masyarakat kampus Oleh karena itu sikap masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan politik tidak boleh tercemar oleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran mulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan. bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan. Indonesia dalam melaksanakan reformasi Indonesia dalam melaksanakan reformasi dewasa ini, agenda yang mendesak untuk \ dewasa ini, agenda yang mendesak untuk diwujudkan adalah reformasi dalam bidang diwujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan perundang-undangan. hukum dan peraturan perundang-undangan.
Untuk membahas lebih jelas tentang Aktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan Kampus, marilah kita lihat pembahasannya di samping


Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. antara lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya lainnya
Seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam Seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-undang, penjabaran ke dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya bidang kenegaraan lain
Aktualisasi Pancasila subyektif adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu Terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidupan negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subyektif tersebut tidak terkecuali baik warga negara biasa, aparat Penyelenggara negara, penguasa negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan Politik perlu mawas diri agar memiliki moral Ketuhanan dan Ke manusiaan sebagaimana Terkandung dalam Pancasila
Menurut PP No. 60 Th. 1999, perguruan tinggi memiliki tiga perguruan tinggi memiliki tiga tugas pokok yang disebut tugas pokok yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi, Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi yang meliputi
1. Lembaga perguruan tinggi memiliki
1. Lembaga perguruan tinggi memiliki tugas melaksanakan pendidikan tugas melaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumber daya yang menghasilkan sumber daya yang
berkualitas : berkualitas Penelitian adalah suatu kegiatan telaah yang taat kaidah, bersifat obyektif dalam upaya taat kaidah, bersifat obyektif dalam upaya untuk menemukan kebenaran dan untuk menemukan kebenaran dan menyelesaikan masalah dalam ilmu menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, pengetahuan, teknologi dan kesenian. teknologi dan kesenian.
3. Pengabdian kepada masyarakat adalah suatu
3. Pengabdian kepada masyarakat adalah suatu kegiatan yang memanfaatkan ilmu
kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.
Budaya Akademik
Mahasiswa dari suatu perguruan Mahasiswa dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan dan integritas memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa akademik harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi aktivitas perguruan tinggi Analitis, suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang dilakukan dengan suatu metode ilmiah yang merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah. suatu kebenaran ilmiah.
e. Konstruktif, harus benar-benar mampu
e. Konstruktif, harus benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang mewujudkan suatu karya baru yang memberikan asas kemanfaatan bagi memberikan asas kemanfaatan bagi masyarakat. masyarakat.
f. Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya akademik
f. Dinamis, ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan terus-menerus. harus dikembangkan terus-menerus.
g.Dialogis, dalam proses transformasi ilmu
g.Dialogis, dalam proses transformasi ilmu pengetahuan dalam masyarakat akademik pengetahuan dalam masyarakat akademik harus memberikan ruang pada peserta didik harus memberikan ruang pada peserta didik untuk mengembangkan diri, melakukan untuk mengembangkan diri, melakukan kritik serta mendiskusikannya. kritik serta mend Masyarakatkampuswajibsenantiasabertanggungj
awabsecaramoral atas
kebenaranobyektif,
tanggungjawabterhadapmasyarakatbangsadanne
gara, serta
mengabdikepadakesejahteraankemanusiaan.
Olehkarenaitusikapmasyarakat
kampus tidak boleh tercemaroleh kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar
luhurdanmulia. Oleh karena itu dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah
kebenaran yang bersumber pada ketuhanan dan kemanusiaan. Dalam reformasi bidang hukum, bangsa Indonesia telah mewujudkan Undang-undang
Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 39 Th.1999. Sebagaimana terkandung dalam
konsideran bahwa yang dimaksud Hak asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan sertaperlindungan
harkat dan martabat manusia. Dalam penegakan hak asasi manusia tersebut mahasiswa sebagai kekuatan moral
harus bersifat obyektif dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan
martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuatan
politik dan konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara.
















BAB II
PEMBAHASAN

“AKTUALISASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN KAMPUS”

Pancasila sebagai dasar filsafat negara, pandangan hidup bangsa serta ideologi bangsa dan negara, bukanlah hanya merupakan rangkaian kata-kata indah namun harus diwujudkan dan diaktualisasikan dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkebudayan. Adanya kaitan antara kebudayaan dengan pendidikan dalam kampus membuat kebudayaan selalu kali berurusan dengan dua faktor, yaitu: masa lampau dan elite. Kekayaan spiritual berupa pemikiran falsafah, kesusasteraan dan kesenian, yang tumbuh dan berkembang secara kumulatif di masa lampau secara sadar dan sengaja diajarkan kepada lapisan ma¬syarakat yang memasuki dinding pendidikan formal atau mengikuti latihan yang khas dan khusus. Dari lapisan, ini, banyak sedikitnya sesuai dengan yang diharapkan, timbul sekelompok warga masyarakat yang melanjutkan dan mengembangkan terus unsur-unsur kebudayaan itu berkat pengajaran sistematik yang pernah didapatnya dalam rangka pengajaran dan latihan formal tersebut, seperti halnya mahasiswa yang kembali dan merumput bersama masyarakat. Tidak jarang kalangan mahasiswa untuk selanjutnya berubah menjadi sekumpulan kecil anggota ma¬syarakat (elite) yang mengkhususkan diri dalam kebudayaan yang kadangkala berupa gagasan dan pemikiran konseptual baru di bidang nilai-nilai kehidupan manusia. Begitu rupa sehingga berkat kegiatan dan prakarsa elite ini perbendaharaan nilai yang telah dikembangkan oleh nenek moyang tidak hilang punah ditelan perkembangan zaman, sedemikian pula apa yang sebaiknya ada dalam pola kehidupan kampus.
Sayangnya kebudayaan, yang cenderung diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan karya kesenian dan karya akal budi masa lampau itu, biasanya ditanggapi pula secara konsumtif. Kebudayaan yang di-tanggapi secara konsumtif ini memang mempunyai nilai, memang ada gunanya. Namun artinya itu menjadi hilang apabila ia diubah dari alat menjadi tujuan, seperti yang praktis dilakukan oleh pagelaran drama tari klasik dan tontonan tradisional rakyat dengan berbagai pola serta bentuknya — serimpi, wayang orang, ketoprak, ludruk, debus, dan sebagainya — maupun oleh sistem pendidikan dan latihan kilat baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus.
Ketika pengetahuan dan ketrampilan artistik yang lahir dari kebu¬dayaan lampau itu tidak dapat memberikan jawaban terhadap masalah-masalah yang lahir dari perkembangan material modern, orang menja¬di ragu. Di kalangan lapisan masyarakat kita yang terpelajar, mula-mula secara naluriah tetapi kemudian dengan penuh kesadaran, tidak lagi menanggapi kebudayaan semata-mata secara konsumtif tetapi lebih banyak sebagai kekuatan pembaruan dan daya kreatif. Untuk keperluan inilah mulai melihat ke berbagai unsur kebudayaan Barat, di antaranya ilmu pengetahuan. Tetapi kedua faktor yang lahir diatas itu bukan secara makro dapat begitu saja menyikapi peran Pancasila sebagai aktualitator dalam kampus yang diharapkan juga dari reaksi mahasiswa untuk dapat menyeimbangkan nilai-nilai budaya dengan Pancasila.
Aktualisasi pancasila dalam lingkungan kampus biasannya berupa aktualisasi subyektif yaitu aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral. Masyarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik, terutama untuk tidak terjebak pada politik praktis dalam arti terjebak pada legitimasi kepentingan penguasa sebagai akibat lahirnya kebudayaan yang mengadopsi budaya Barat. Hal itu bukan berarti masyarakat kampus tidak boleh berpolitik, melainkan masyarakat kampus harus benar-benar berpegang pada komitmen moral yaitu pada suatu kebenaran objektif. Masyarakat kampus harus terhindar dari kiprah tarik-menarik kekuasaan dalam pertentangan politik. Masyarakat kampus wajib senantiasa bertanggung jawab secara moral atas kebenaran objektif, yaitu tanggung jawab terhadap masyarakat bangsa dan negara, serta mengabdi kepada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu masyarakat kampus tidak boleh tercemar oleh kepentingan-kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur dan mulia. Dasar pijak kebenaran masyarakat kampus adalah kebenaran yang bersumber pada hati nurani seta sikap moral yang luhur yang bersumber pada Ketuhanan dan kemanusiaan.
Sebagai suatu lembaga pendidikan tinggi memiliki tugas yaitu melaksanakan pendidikan untuk menyiapkan, membentuk dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tanpa menghilangkan dan menghapus nilai-nilai kebenaran yang terkandung dalam nilai budaya bangsa. Maka penerapannya yaitu dengan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Selain itu tugas lembaga pendidikan adalah mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian itu serta mengupayakan penggunaanya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Sebagai bangsa yang memiliki pandangan hidup Pancasila intelektual produk dari perguruan tinggi berupaya untuk mewujudkan sumber daya intelektual yang bermoral Ketuhanan dan kemanusiaan. Oleh karena itu pengembangan ilmu di perguruan tinggi bukanlah bebas nilai, melainkan senantiasa terikat nilai yaitu nilai Ketuhanan dan kemanusiaan tersebut. Jadi inti dan maksudnya ialah pendidiukan tinggi haruslah menghasilkan ilmuwan, intelektual serta pakar yang bermoral Ketuhanan yang mengabdi pada kemanusiaan.
Perguruan tinggi sebagai lembaga masyarakat, senantiasa menmgembangkan kegiatannya demi kepentingan masyarakat. Oleh karena itu pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat. Realisasinya yaitu bahwa perguruan tinggi tesebut dengan sendirinya disesuaikan dengan ciri khas, sifat, seta karakteristik bidang ilmu yang dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Aktualisasi pengabdian kepada masyarakat ini pada hakikatnya merupakan suatu aktualisasi pengembangan ilmu pengetahuan demi kesejahteraan umat manusia. Daam pengertian inilah maka aktualisasi kegiatan masyarakat ilmiah perguruan tinggi yang dijiwai oleh nilai-nilai Ketuhanan dan kemanusiaan, sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
Tetapi sekarang kehidupan kampus terutama realisasi dari kebijakan kampus sudah mulai lari dari maknanya yaitu pengabdian kepada masyarakat. Rakyat dan atau masyarakat mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihanya dalam memperoleh atau mengenyam pendidikan sesuai apa yang diatur oleh pemerintah. Banyak kampus-kampus yang hanya sekedar iseng-isengan dalam menjalankan kurikulum pendidikan atau formatur dalam melaksanakan suatu metode perkuliahan. Hanya sekedar formalitas penyampaian materi saja tanpa dibarengi dengan bagaimana realisasi sebenarnya dai keberadaan kampus sebagai tempat generasi intelektual bangsa. Seolah-olah mahasiswa hanya datang, duduk, dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh dosen tanpa secara sadar bahwa mahasiswa juga sebagai pendamping sekaligus sebagai penuntun kehidupan masyarakat nantinya. Istilah membebek memang tepat saat ini diperuntukkan bagi mahasiswa sebab mereka hanya bergantung sepenuhnya pada dosen sekaligus kebijakan kampus. Bagaimana arah dan penempatan sutau kebijakan sebuah kampus senantiasa harus juga dikembalikan juga pada masyarakat. Mengingat bahwa kehidupan masyarakat merupakan titik tolak nantinya bagi para lulusan dari suatu perguruan tinggi untuk merealisasikan dan sekaligus mengaktulisasikan apa yang selama ini diperolehnya dalam lingkungan intelektual yang disebut kampus itu.
Yang lebih memprihatinkan sekarang ini yaitu beban atau biaya pendidikan semakin mahal dan sulit untuk dijangkau bagi kalangan menengah kebawah. Kampus-kampus yang notabene dianggap sebagai kampus milik negara atau kampus negeri semakin berulah seenaknya, dan semakin mempersulit kriteria masuknya anak-anak terpelajar yang hidup kurang, katakanlah miskin. Apalagi kampus-kampus swasta yang semakin banyak kejanggalan-kejanggalanya dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam kampus. Hal ini merupakan suatu fenomena riil yang berkembang dalam kehidupan dunia pendidikan di Indonesia, lebih-lebih dalam kehidupan kampus. Pengembalian kehidupan kampus yang merakyat dan mewujudkan kampus sebagai tempat kegiatan pengabdian masyarakat sesuai nilai-nilai Pancasila, tepatnya nilai-nilai kemanusiaan dan bukan merupakan hasil dari kebudayaan yang salah adalah suatu tindakan sulit.

Kamis, 21 Oktober 2010

ASA KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM

A. Sistem Pendidikan Di Sekolah-Sekolah
Sebenarya timbulnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk sekolah-sekolah dalam dunia islam, adalah merupakan pengembangan semata-mata dari sistem pengajaran yang telah berlangsung di masjid-masjid, yang sejak awal telah berkembang dan dilengkapi dengan sarana-sarana untuk memperlancar pendidikan dan pengajaran didalamnya.
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah di luar masjid adalah bahwa:
1. Khalaqah-khalaqah (lingkaran) untuk mengajarkan berbagai ilmu prengetahuan yang didalamnya juga terjadi diskusi dan pendebatan yang ramai, sering satu sama lain saling mengganggu, disamping sering pula mengganggu orang-orang beribadah dalam masjid.
2. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan ,baik mengenai agama maupun umum yang diperlukan semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran-lingkaran pengajaran) yang tidak mungkin keseluruhan tertampung di ruangan masjid.
Faktor-faktor yang mendorong penguasa dan pemegang pemerintahan pada masa itu utuk mendirikan sekolah-sekolah sebagai bangunan-bangunan yang terpisah dari masjid. Antara lain:
1. Pada masa Turki mulai berpengaruh dalam memerintahan Bani Abbasiyah ,dan untuk mempertahankan kedudukan mereka dalam pemerintahan, mereka berusaha untuk menarik hati kaum muslimin pada umumnya, dengan jalan memperhatikan pendidikan dan pengajaran bagi rakyat umum.
2. Mereka mendirikan sekolah-sekolah tersebut ,di samping dengan harapan untuk mendapatkan simpati dari rakyat umumnya, juga beharap mendapatkan ampunan dan pahala dari Tuhan.
3. Kekhawatiran mereka kalau nantinya kekayaan tersebut tidak bisa diwariskan kepada anak-anaknya karena diambil sutan.
4. Usaha untuk mempertahankan dan mengembangkan aliran keagamaan dari pembesar negara yang bersangkutan.
Dengan berdirinya sekolah-sekolah tersebut, lengkaplah lembaga pendidikan Islam yang bersifat formal, mulai dari tingkat dasar yaitu kuttab sampai tingkat menengah dan tingkat tinggi. Lembaga pendidikan ini beum mempunyai kurikulum yang seragam, tetapi masih bervariasi antara madrasah yang satu dengan lainnya. Hal ini sangat tergantung kepada keahlian guru-gurunya, pandangan tentang kepentingan suatu ilmu pengetahuan ,dan berhubungan pula dengan perhartian dari pada pembesar pendiri sekolah-sekolah atau madrasah yang bersangkutan.
Mahmud Yunus, secara garis besar menggambarkan pokok-pokok rencana pelajaran pada berbagai tingkatan pendidikan tersebut sebagai berikut:
1. Rencana pelajaran kuttab (pendidikan dasar):
a. Membaca Al-Quran dan menghafalnya
b. Pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, salat, puasa dan sebagainya
c. Menulis
d. Kisah atau riwayat orang-orang besar Islam
e. Membaca dan menghafal syair-syair atau nasar (prosa)
f. Berhitung
g. Pokok-pokok nahwu dan saraf ala kadarnya
2. Rencana pelajaran tingkat menengah:
a. Al-Quran
b. Bahasa Arab dan kesustraanya
c. Fiqh
d. Tafsir
e. Hadis
f. Nahwu/saraf/balagah
g. Ilmu-ilmu pasti
h. Mantiq
i. Ilmu Falak
j. Tarikh (sejarah)
k. Ilmu-ilmu Alam
l. Kedokteran
m. Musik

3. Rencana pelajaran pada pendidikan tinggi
Pada umumnya rencana pelajaran pada perguruan tinggi Islam, dibagi menjadi dua jurusan, yaitu:
a. Jurusan ilmu-ilmu agama dan bahasa serta sastra Arab, yang juga disebut sebagai ilmu-ilmu Naqiyah, yang meliputi :
1) Tafsir Al-Quran
2) Hadis
3) Fiqh dan ushul Fiqh
4) Nahwu/saraf
5) Balagah
6) Bahasa Arab dan Kesusastraannya
b. Jurusan ilmu-ilmu umum, yang disebut sebagai ilmu Aqliyah meliputi :
1) Mantiq
2) Ilmu-ilmu alam dan kimia
3) Musik
4) Ilmu-ilmu pasti
5) Ilmu ukur
6) Ilmu falak
7) Ilmu Hahiyah (Ketuhanan)
8) Ilmu Hewan
9) Ilmu Tumbuh-tumbuhan
10) Kedokteran

B. Puncak Kemajuan Ilmu Dan Kebudayaan Islam
Puncak kemajuan ilmu dan kebudayaan islam terjadi pada masa daulah bani abbasiyah, kemajuan dari segala bidang yang sekarang berpindah tangan ke barat dan dengan berbagai upaya barat tetap untuk mempertahankanya, sebab dibalik kemajuan tersebut terdapat kekuasaan dalam segala bidang ekonomi, politik, budaya, dan lain-lain. Kemajuan peradapan Abbasiyah sebagianya disebabkan oleh stabilitas politik dan kemamakmuran ekonomi kerajaan tersebut.
Masyarakat islam pada massa daulah bani Abbasiya, mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat karena yang dipengaruhi oleh faktor-faktor:

1. Faktor politik
Pindahnya ibu kota Negara dari syam ke irak dan bagdad sebagai ibu kotanya. Bagdad pada waktu itu merupakan kota yang paling tinggi kebudayaanya dan lebih dulu mencapai tingkat ilmu pengetahuan.
2. Faktor Sosiografi
Meningkatnya kemakmuran umat islam pada waktu itu kerna luasnya kekuasaan islamyang menyababkan banyak orang Persia dan romawi yang masuk islam kemudian menjadi muslim yang taat
3. Aktifitas Ilmiah
Ada beberapa aktifitas ilmiah yang berlangsung dikalangan umat islam pada masa daulah bani abbasiyahyang dapat mengantarkan mereka mencapai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan seperti penyusunan buku-buku ilmiah hadist, tafsir, fiqh dan lain-lain kemudian penerjemah merupakan aktivitas yang paling besar perananya dalam mentranfer ilmu pengetahuan.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam adalah sebagai akibat dari perpadunya ungsur-ungsur pembawaan ajaran islam dengan unsur-unsur yang berasal dari luar. Dalam bidang filsafat ketuhanan, atau Teologi, berkembang ilmu kalam, denganberbagai macam pola pemikiranya. Dari pola pemikiran tradisional yang bersifat skolastik, yang mengembangkan paham jabariyah kemudian disempurnakan oleh asyiariyah sampai kepada mereka yang menamakan dirinya ahlusunah waljamaah.
Berlawanan dengan pemikiran yang rasional, dengan bertolak dari pandangan kodariyah sebagaimana yang dikembangkan oleh aliran mu’ tazilah yang kemudian di kembangkan oleh filosof-filosof islam. Ada pula yanga nencoba menggabungkan antara aliran pemikiran tradisional dengan pemikiran rasionalsebagaiman yang nampak pada aliran maturidiyah.
Pemikiran tersebut selalu berusaha untuk saling berebut pengaruh dan mendapatkan dukungan dari pemerintah sehingga pemikiran tersebut mampu mengalahkan pengaruh aliran yang mulanay berkembang. Demikianlah aliran yang mendapat dukungan dari para pengusaha. Sehingga aliran-aliran tersebut Nampak sebagai kekayaan budaya spiritual islam yang beraneka ragam.
Filsafat alamiah yang pada mulanya berasaldari luar islam, mendapatkan tempat dalam dunia islam, karena memang ajaran Al-Quran itu sendiri mendorong sepenuhnya pemikiran-pemikiran filosofis terhadap alam semesta. Kemudian kaum muslim mengembangkan lebih jauh mengadakan penelitian dan observasi lebih langsung. Hasilnya berbagai macam ilmu-ilmu alamiah seperti fisika, biologi, kedokteran, astronomi dan lain sebagainya.
Henry Margenan dan David Bergamini dalam The Scientish sebagaimana diolah oleh Jujun S. Suriasumantri, telah mendaftar sederetan cabang ilmu pengetahuan yang telah dikembangkan sebagai haisl perkembangan pemikiran dan ilmiah di kalangan kaum muslimin pada masa jayanya, Yang kemudian secara berangsur-angsur berpindah ke dunia Barat, sebagai berikut:
1. Dalam bidang matematika, telah dikembangkan oleh para sarjana muslim berbagai cabang ilmu Pengetahuan, Seperti Teori Bilangan, Al-jabar, Geometri Analit, dan Trigonometri.
2. Dalam bidang Fisika, mereka telah berhasil mengembangkan Ilmu Mekanika dan Optika.
3. Dalam kimia, telah berkembang ilmu Kimia.
4. Dalam bidang Astronomi, kaum muslimin telah memiliki Ilmu Mekanika Benda-benda langit.
5. Dalam bidang geologi, para ahli ilmu pengetahuan muslim telah mengembangkan Geodesi, Minerologi, dan meteorologi.
6. Dalam bidang Biologi, mereka telah memiliki ilmu-ilmu Phisiologi, Anatomi, Botani, Zoologi, Embriologi dan Pathologi.
7. Dalam bidang sosial, telah pula berkembang Ilmu politik.
Dalam bidang kebudayaan pada umumnya islam telah mempersembahkan pada dunia, suatu tingkat budaya tinggi yang marcusuar budaya umat manusia beberapa abad sesudahnya. Dalam bidang arsitektur sangat menonjol bangunan-bangunan masjid dan istana-istana yang indah. Dalam seni ukiran dan sulaman Nampak dalam bentuk keindahan ukiran kayu dan marmar yang digunakan dalam berbagai banganan-bangunan masjid dan istana-istana, dalam bentuk permadani serta barang-barang tenunan yang indah yang terkenal pada saat itu. Seni music dan seni lukis apalagi seni sastranya, dunia islam dihiasi denga serba keindahan yang mempesona pada masanya.

BAB III
PENUTUP

Dari beberapa uraian diatas dapat di simpulkan bahwa masa kejayaan pendidikan Islam ini dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam, yang ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah (sekolah-skolah) formal serta unversitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam, dan penjelasan tentang sistem pendidikan di sekolah-sekolah, serta penjelasan tentang puncak kemajuan ilmu dan kebudayaan Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Zuhairini, dkk, 1992, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara Bekerjasama Dengan Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama.
H. Haman A. Malik, Gusnam Haris, Rofik, 2005. Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
http://soegiartho.cybermq.com/post/detail/9923/masa-kejayaan-kemunduran-dan-pembaharuan-pendidikan-islam.
Khilafah Bani Abbas (Masa Kemajuan Islam)
Khilafah Abbasiyah merupakan kelanjutan dari khilafah Umayyah, dimana pendiri dari khilafah ini adalah keturunan Al-Abbas, paman
Nabi Muhammad SAW, yaitu Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Dimana pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dam budaya.
Kekuasaan dinasti Bani Abbas, atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah.
Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad
SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abass. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola
pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
Periode Pertama (132 H/750 M-232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama. Periode Kedua (232 H/847 M-334 H/945
M), disebut pereode pengaruh Turki pertama. Periode Ketiga (334 H/945 M-447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. Periode Keempat (447 H/1055 M-590
H/l194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa
pengaruh Turki kedua. Periode Kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi
kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad. Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya.
Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik,
meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750-754 M. karena itu, pembina sebenarnya dari
daulat Abbasiyah adalah Abu Ja’far al-Manshur (754-775 M). Dia dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayyah,
Khawarij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekusaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang
mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya
sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir, karena tidak bersedia membaiatnya, dibunuh
oleh Abu Muslim al-Khurasani atas perintah Abu Ja’far. Abu Muslim sendiri karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya,
dihukum mati pada tahun 755 M.
Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara
yang baru berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, dekat bekas ibu kota
Persia, Clesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia.
Di ibu kota yang baru ini al-Manshur melakukan konsolidasi dan Penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal
untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan
mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh,
Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara disamping membenahi angkatan
bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah
ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan perananya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar
surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi
kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan
memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Diantara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota
Malatia, wilayah Coppadocia dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara bala tentaranya melintasi pegunungan Taurus dan
mendekati selat Bosporus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M,
Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut
Kaspia, Turki di bagian lain Oksus dan India.
Pada masa al-Manshur pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata, "Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya
adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)". Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut ke generasi
sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al-
Khulafa’ al-Rasyiduun. Disamping itu, berbeda dari daulat Umayyah, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai "gelar tahta", seperti al-
Manshur adalah "gelar tahta". Abu Ja’far. "gelar tahta" itu lebih populer daripada nama yang sebenarnya.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas dan Abu Ja’far al-Manshur, maka
puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun al-
Rasyid (786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wasiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M). Pada
masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa
kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-
833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan
farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum
juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada
zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma’mun,
pengganti al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan bukubuku
asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan
penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan
Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-
Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Mu’tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan,
keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa daulat Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan
perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi
prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.
Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani
Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas,
revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, gerakan Syi’ah, dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran
keagamaan. Semuanya dapat dipadamkan.
Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam
daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Disamping itu, ada pula ciri-ciri menonjol
dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.
Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab. Sedangkan dinasti Bani
Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan
Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini
tidak ada di dalam pemerintahan Bani Ummayah. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas.
Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional. Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan
pemikiran Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari kreativitas penguasa
Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal
Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari dua tingkat:
Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan
tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau
beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya
berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana
atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana. Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa
pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah
universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat
ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah,
maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung
secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa
dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi.
Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid.
Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai
masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran.
Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan
semakin meluas. Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja
membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah
dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma'tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari Nabi
dan para sahabat. Kedua, tafsir bi al-ra'yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada
hadits dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali
bahwa tafsir dengan metode bi al-ra’yi, (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu
pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqh dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat
Islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam
pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah
kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Karena itu, mazhab ini lebih
banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhat
di zaman Harun al-Rasyid.
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua
tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780-855 M).
Disamping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang
mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mazhab-nya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang,
pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Aliran-aliran teologi sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murjiah dan Mu’tazilah. Akan tetapi perkembangan
pemikirannya masih terbatas. Teologi rasjonal Mu’tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiranpemikirannya
yang lebih kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelah
terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu’tazilah yang
terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235 H/752-849M) dan al-Nazzam (185-221 H/801-835M). Asy’ariyah, aliran tradisional di
bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari (873-935 M) yang lahir pada masa Bani Abbas ini juga banyak sekali
terpengaruh oleh logika Yunani. Ini terjadi, karena al-Asy’ari sebelumnya adalah pengikut Mu’tazilah. Hal yang sama berlaku pula
dalam bidang sastra. Penulisan hadits, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh
tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga memudahkan para pencari dan penulis hadits bekerja.
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran,
filsafat, kimia dan sejarah. Dalam lapangan astronomi terkenal nama al-Fazari sebagai astronom Islam yang pertama kali menyusun
astrolobe. Al-Fargani, yang dikenal di Eropa dengan nama Al- Faragnus, menulis ringkasan ilmu astronomi yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis. Dalam lapangan kedokteran dikenal nama al-Razi dan Ibn
Sina. Al-Razi adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang
menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan Ibn Sina. Ibn Sina yang juga seorang
filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Diantara karyanya adalah al-Qoonuun fi al-Thibb yang
merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
Dalam bidang optikal Abu Ali al-Hasan ibn al-Haythami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang
menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian terbukti kebenarannya
bendalah yang mengirim cahaya ke mata. Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti
timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Di bidang matematika
terkenal nama Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah yang menciptakan ilmu aljabar.
Kata "aljabar" berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqoibalah. Dalam bidang sejarah terkenal nama al-Mas’udi. Dia juga ahli
dalam ilmu geografi. Diantara karyanya adalah Muuruj al-Zahab wa Ma'aadzin al-Jawahir.
Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang
filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang
filsafat. Yang terkenal diantaranya ialah al-Syifa’. Ibn Rusyd yang di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh
di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme.
Demikianlah kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak
ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan,
sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada
masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran.

Minggu, 10 Oktober 2010

tgas siti

Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN

3.1 Landasan Filosofis Pancasila
3.1.1 Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
• Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif
• Plato (472 – 347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.

3.1.2 Pengertian Pancasila
Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem].
Pengertian secara Historis
• Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
• Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.
Pengertian Pancasila Secara Termitologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila Berbentuk:
1. Hirarkis (berjenjang);
2. Piramid.
A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:
1. Prikebangsaan;
2. Prikemanusiaan;
3. Priketuhanan;
4. Prikerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat
B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:
1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme/Prikemanusiaan;
3. Mufakat/Demokrasi;
4. Kesejahteraan Sosial;
5. Ketuhanan yang berkebudayaan;
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu:
1. Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme;
2. Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat;
3. Ketuhanan YME.
Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.
C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945.

3.1.3 Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.
 Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
 Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.
 Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut:
1. Kebenaran indra (pengetahuan biasa);
2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan);
3. Kebenaran filosofis (filsafat);
4. Kebenaran religius (religi).
Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara lain sebagai berikut:
Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804).
Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese.
Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu sintese pikiran atas dasar antitese pendapat?
Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian.
Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian.

3.2 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia
3.2.1 Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah beurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.
Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri.
Sebab itu bnagsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri.
Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasasr yang mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.

3.2.2 Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia.
Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri.
Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi.

3.2.3 Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.
Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan :
a. Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita.
b. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.
c. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
d. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
e. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa.
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.
Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan kesetiaan kita kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan noda akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada generasi yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela Pancasila.
Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawratan / perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat dan utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila.

3.3 Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.
e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.
f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.
Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut :
1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut :
 Kebangsaan Indonesia.
 Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
 Mufakat atau Demokrasi.
 Kesejahteraan sosial.
 Ketuhanan.
2. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)
Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu :
a. Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.
b. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d. Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.
Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
 Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945
Sesudah BPPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) merampungkan tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus 1945, sebagai penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Pada tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang disaksikan oleh PPKI tersebut.
Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting :
a. Mensahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945.
b. Mensahkan dan menetapkan UUD 1945.
c. Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI.
Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga menetapkan pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan.
Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara resmi, autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
 Kemanusiaan yang adil dan beradab.
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949
Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen.
Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS (Republik Indonesia Serikat).
Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS.
Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :
 Ketuhanan Yang Maha Esa.
 Prikemanusiaan.
 Kebangsaan.
 Kerakyatan.
 Keadilan Sosial.

5. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS-RI 1950)
Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi.
Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.
Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI.
Sesuai KOnstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu :
1. RI Yogyakarta.
2. Negara Sumatera Timur (NST).
3. Negara Indonesia Timur (NIT).
Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat).
Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal).
Perubahan bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi RIS yaitu :
 Ketuhanan Yang Maha Esa.
 Prikemanusiaan.
 Kebangsaan.
 Kerakyatan.
 Keadilan Sosial.

6. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru.
Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan :
a. Pembubaran Konstuante.
b. Berlakunya kembali UUD 1945.
c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut :
 Ketuhanan Yang Maha Esa.
 Kemanusiaan yang adil dan beradab.
 Persatuan Indonesia.
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut.
Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya “Sekitar Pancasila” peri-hal perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah yang diucapkan oleh :
1. Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945.
2. Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945.
3. Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma.
Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar pokok itu oleh ketiga tokoh tersebut dalam redaksi kata-katanya berbeda tetapi inti pokok-pokoknya adalah sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau internasionalisme, Kebangsaan Indonesia atau persatuan Indonesia, Kerakyatan atau Demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan : Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”.
Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan : “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”.
Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Proklamasi dan Konstitusi” (1951) berpendapat : “Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada hari ini”.
Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
2. Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
a) Filasafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
b) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
c) Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia
3. Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.
e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.
f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.

4.2 Saran
Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta

Sumber Lain :
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm
http:// www.google.co.id
http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/artikel_148.htm
http:// www.teoma.com
http:// www.kumpulblogger.com